DREAMNEWS ALOR

KITA BOLEH BERHASIL DI SEGALA LINI MANAPUN TETAPI KALAU TIDAK SHOLAT, KALAU TIDAK IBADAH APA GUNA NYA ?? APA LAH GUNAN NYA !!

TAK MAU JADI PEJABAT

TAK MAU JADI PEJABAT



Bapaknya abu nawas adalah penghulu kerajaan baghdad bernama Maulana. Pada suatu hari bapaknya Abu Nawas yang sudah tua itu sakit parah dan akhirnya meninggal dunia.

Abu Nawas dipanggil ke istana. Ia diperintah Sultan (sang Raja) untuk mengubur jenazah bapaknya itu sebagaimana adat istiadat Syeikh Maulana. Apa yang dilakukan Abu Nawas hampir tiada bedanya dengan Kadi Maulana baik mengenai tatacara memandikan jenazah hingga mengkafani, menyolati dan mendo’akannya maka Sultan bermaksud mengangkat Abu Nawas menjadi kadi atau penghulu menggantikan kedudukan bapaknya.

Namun…baru mendengar rencana sang sultan. Tiba-tiba saja Abu Nawas yang cerdas itu tiba-tiba nampak berubah menjadi orang gila.

Usai upacara pemakaman bapaknya. Abu Nawas mengambil sepotong batang pisang dan diperlakukannya seperti kuda, ia menunggang kuda dari batang pisang itu sambil berlari-lari dari kuburan bapaknya menuju rumahnya. Orang-orang yang melihat menjadi terheran-heran dibuatnya.

Pada hari yang lain ia mengajak anak-anak kecil dalam jumlah yang cukup banyak untuk pergi ke makam bapaknya dan di atas makam bapaknya itu ia mengajak anak-anak bermain rebana dan bersuka cita.

Kini semua orang semakin heran atas kelakuan Abu Nawas itu, mereka menganggap Abu Nawas sudah menjadi gila karena ditinggal mati oleh bapaknya.

Pada suatu hari ada beberapa orang utusan dari Sultan Harun Al-Rasyid datang menemui Abu Nawas.

“Hai Abu Nawas kau dipanggil Sultan untuk mengahadap ke istana.”kata Wazir utusan Sultan.

“Buat apa Sultan memanggilku, aku tidak ada keperluan dengannya.”jawab abu nawas dengan entengnya seperti tanpa beban.

“Hai Abu Nawas kau tidak boleh berkata seperti itu kepada rajamu.”

“Hai Wazir, kau jangan banyak cakap cepat ambi ini kudaku dan mandikan di sungai supaya bersih dan segar.”kata Abu Nawas sambil menyodorkan sebatang pohon pisang yang dijadikan kuda-kudaan.

Si Wazir hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Abu Nawas.

“Abu Nawas kau mau apa tidak menghadap Sultan ?”Kata Wazir.

“Katakan kepada rajamu, aku sudah tau maka aku tidak mau.”Kata Abu Nawas.

“Apa maksudnya Abu Nawas?” tanya Wazir dengan rasa penasaran.

“Sudah pergi sana, bilang saja begitu pada rajamu.”segera Abu Nawas sembari merau debu dan dilempar ke arah si Wazir dan teman-temannya.

Si Wazir segera menyingkir dari halaman rumah Abu Nawas. Mereka laporkan keadaan Abu Nawas yang seperti tak waras itu kepada Sultan Harun Al Rasyid.

Dengan geram Sultan berkata, “Kalian bodoh semua, hanya menghadapkan Abu Nawas kemari saja tak becus ! ayo pergi sana ke rumah Abu Nawas bawa dia kemari dengan suka rela ataupun terpaksa.”

Si Wajir segera mengajak beberapa perajurit istana dan dengan paksa Abu Nawas di seret ke hadapan Raja. Namun lagi-lagi di depan Raja Abu Nawas berlagak plin plan bahkan tingkahnya ugal-ugalan tak selayaknya berada dihadapan seorang raja.

“Abu Nawas bersikpalah sopan !”tegur Baginda

“Ya Baginda, tahukah anda …..?”

“Apa Abu Nawas……..?”

“Baginda…terasi itu asalnya dari udang!”

“Kurang ajar kau menghinaku Nawas!”

“Tidak Baginda! Siapa bilang udang berasal dari terasi”

Baginda merasa dilecehkan, ia naik pitam dan segera memberi perintah kepada para pengawalnya.

“Hajar dia ! Pukuli dia sebanyak 25 kali.”

Wah-wah ! Abu Nawas yang kurus kering itu akhirnya lemas tak berdaya dipukuli tentara yang bertubuh kekar.

Usai dipukuli Abu Nawas disuruh keluar istana. Ketika sampai dipintu gerbang kota, ia dicegat oleh penjaga.

“Hai Abu Nawas ! Tempo hari ketika hendak masuk ke kota ini kita telah mengadakan perjanjian. Masa kau lupa pada janjimu itu ? Jika engkau diberi hadiah oleh baginda maka engkau berkata : Aku bagi dua; engkau satu bagian aku satu bagian. Nah, sekarang mana bagianku itu ?”

“Hai penjaga pintu gerbang, apakah kau benar-benar menginginkan hadiah Baginda yang diberikan kepadaku tadi ?”

“Iya, tentu itu akan sudah menjadi perjanjian kita?”

“Baik, aku berikan semuanya bukan hanya satu bagian”

“Wah ternyata kau baik hati Abu Nawas. Memangnya harusnya begitu, kau kan sudah sering menerima hadiah dari Baginda.”

Tanpa banyak cakap lagi Abu Nawas mengambil sebatang kayu yang agak besar lalu orang itu dipukulinya sebanyak 25 kali. Tentunya saja orang itu menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas telah menjadi gila.

Setelah penunggu gerbang itu lemas karena sakit, Abu Nawas meninggalkannya begitu saja, ia terus melangkah pulang ke rumahnya.

Sementara itu si penjaga pintu gerbang mengadukan nasibnya kepada Sultan Harun Al rasyid.

“Ya Tuanku, ampun beribu ampun. Hamba datang kemari mengadukan Abu Nawas yang telah memukuli hamba sebanyak 25 kali tanpa suatu kesalahan. Hamba mohon keadilan dari Tuanku Baginda.”

Baginda segera memerintahkan pengawal untuk memangil Abu Nawas, setelah Abu Nawas berada di hadapan Baginda ia ditanya “Hai Abu Nawas ! Benarkah kau telah memukuli penjaga pintu gerbang kota ini sebanyak 25 kali pukulan ?”

Berkata Abu Nawas, “Ampun Tuanku, hamba melakukannya karena sudah sepatutnya dia menerima pukulan itu.”

“Apa maksudmu ? Coba kau jelaskansebab akibat kau memukuli orang itu ?” tanya Baginda.

“Tuanku,”kata Abu Nawas, “Hamba dan penunggu pintu gerbang ini telah mengadakan perjanjian bahwa jika hamba diberi hadiah oleh Baginda maka hadiah tersebut akan dibagi dua. Satu bagian untuknya dan satu bagian untuk saya. Nah tadi pagi Hamba menerima hadiah 25 kali pukulan, maka saya berikan pula 25 kali pukulan kepadanya.”

“Benar Tuanku,” jawab penunggu pintu gerbang .

“Tapi…..hamba tiada mengira jika Baginda memberikan hadiah pukulan.”

“Hahahahahah….! Dasar tukang peras, sekarang kena batunya kau!” sahut Baginda.”Abu Nawas tidak bersalah, bahkan aku tau bahwa penjaga pintu gerbang kota Baghdad adalah orang yang suka narget., suka memeras orang. Kalau aku tidak merubah kelakuan burukmu itu sungguh aku akan memecat dan menghukum kamu !”.

“Ampun Tuanku,” sahut penjaga pintu gerbang dengan gemetar.

Abu Nawas berkata, “Tuanku, hamba sudah lelah, sudah mau istrahat, tiba-tiba diwajibkan hadir di tempat ini, padahal hamba tidak bersalah. Hamba mohon ganti rugi. Sebab jatah waktu istrahat hamba sudah hilang karena panggilan Tuanku. Padahal besok hamba harus mencari nafkah untuk keluarga hamba.”

Sejenak Baginda melengak, terkejut atas protes Abu Nawas, namun tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak,

“Hahahahah…jangan kuatir Abu Nawas.”

Baginda kemudian memerintahkan bendahara kerajaan memberikan sekantong uang perak kepada Abu Nawas. Abu Nawas pulang dengan hati gembira.

Tetapi sesampai dirumahnya Abu Nawas masih bersikap aneh dan semakin menjadi-jadi seperti orang gila sungguhan.

Pada suatu hari Raja Harun Al Rasyid mengadakan rapat dengan para menterinya.

“Apa pendapat kalian tentang Abu Nawas yang hendak ku angkat sebagai Kadi ?”

Wazir atau perdana mentri berkata,”Melihat keadaan Abu Nawas yang semakin parah otaknya maka sebaiknya Tuanku mengangkat orang lain saja menjadi Kadi.”

Menteri-menteri yang lain juga mengutarakan pendapat yang sama.

“Tuanku, Abu Nawas telah menjadi gila karena itu ia tak layak menjadi Kadi”.

“Baiklah, kita tunggu dulu sampai 21 hari, karena bapaknya baru saja meninggal. Jika tidak sembuh-sembuh juga, bolehlah kita mencari Kadi yang lain saja.”

Setelah lewat satu bulan Abu Nawas masih dianggap gila, maka Sultan Harun Al-Rasyid mengangkat orang lain menjadi Kadi atau penghulu kerajaan Baghdad.

Konon dalam suatu pertemuan besar ada seseorang yang bernama polan yang sejak lama berambisi menjadi Kadi. Ia mempengaruhi orang-orang disekitar Baginda untuk menyetujui jika diangkat menjadi Kadi, maka tatkala ia mengajukan dirinya menjadi Kadi kepada Baginda maka dengan muda baginda menyetujuinya. begitu mendengar Polan diangkat menjadi Kadi maka Abu Nawas mengucapkan syukur kepada Tuhan.

“Alhamdulillah…. Aku telah terlepas dari bala yang mengerikan. Tapi… sayang sekali kenapa harus Polan yang menjadi Kadi, kenapa tidak yang lain saja.

Mengapa Abu Nawas bersikap seperti orang gila?

Ceritanya begini :

Pada suatu hari ketika ayahnya sakit parah dan hendak meninggal dunia ia panggil Abu Nawas untuk menghadap. Abu Nawas pun datang mendapati bapaknya yang sudah lemah lunglai.

Berkata bapaknya, “Hai anakku, aku sudah hampir meninggal. Sekarang ciumlah telinga kanan dan telinga kiriku.”

Abu Nawas segera menuruti permintaan terakhir bapaknya. Ia cium telinga kanan bapaknya, ternyata berbau harum, sedangkan yang kiri berbau sangat busuk.

“Bagaimana anakku ? Sudah kau cium ?”

“Benar bapak !”

“Ceritakanlah dengan sejujurnya, baunya kedua telingaku ini.”

“Aduh pak, sungguh mengherankan, telinga Bapak yang sebelah kanan berbau harum sekali. Tetapi… yang sebelah kiri kok baunya amat busuk ?”

“Hai anakku Abu Nawas, tahukah apa sebabnya bisa terjadi begini ?”

“Wahai Bapakku, cobalah ceritakan pada anakmu ini.”

Berkata Syiekh Maulana. “Pada suatu hari datang dua orang yang mengadukan masalahnya kepadaku. Yang seorang aku mendengarkan keluhannya. Tapi yang seorang lagi karena aku tidak suka maka tak ku dengarkan pengaduannya. Inilah resiko menjadi Kadi (Penghulu). Jika kau kelak suka menjadi Kadi maka kau akan mengalami hal yang sama, maka kau tidak suka menjadi Kadi maka buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi oleh Sultan Harun Al Rasyid. Tapi tak bisa tidak Sultan tetaplah memilihmu sebagai Kadi.”

Nah itu sebabnya Abu Nawas pura-pura menjadi gila. Hanya untuk menghidarkan diri agar tidak diangkat menjadi Kadi, seorang Kadi atau penghulu pada masa itu kedudukannya seperti hakim yang memutus suatu perkara. Walaupun Abu Nawas tidak menjadi Kadi namun dia sering diajak konsultasi oleh sang Raja untuk memutuskan suatu perkara. Bahkan ia kerap kali dipaksa datang ke istana hanya sekedar untuk menjawab pertanyaan Baginda Raja yang aneh-aneh dan tidak masuk akal.


About PENDIDIKAN UNTUK NEGERI

The Dreamnews Alor Community is a community established on February 12, 2022, by six founders: Mukmin, Asmar, Bunda, Dhian, Tyadiana, and Hadat. Its main goal is to improve literacy and numeracy for children in remote areas of the country, especially in regions far from the city and with limited access to education. The community focuses on the fields of education, social issues, religion, politics, and other areas.

0 Reviews :