Saatnya Bangkit, Wahai Pemuda, Jangan Jadikan Orang Tuamu Tumbal Mimpimu
“Saya tidak menyesal kerja keras untuk anak, tapi kadang kasihan lihat mereka terlalu santai,” ujar Mama Yohana, warga Desa Fanating, Kalabahi Timur, sambil menata jualannya di pasar. “Kita tua makin lelah, tapi mereka muda malah malas. Itu yang bikin hati sedih.”
Cerita seperti Mama Yohana bukan hal baru di Alor. Banyak orang tua di desa-desa seperti Lefokusi, Alor Kecil, dan Moru harus bekerja lebih keras—menjual hasil kebun, jadi buruh harian, atau berdagang kecil-kecilan—demi membiayai anak-anak mereka di kota. Mereka tidak pernah mengeluh, tapi tubuh yang mulai menua tidak bisa menipu.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Alor 2024, sekitar 41% mahasiswa asal Alor masih bergantung sepenuhnya pada penghasilan orang tua yang bekerja di sektor pertanian dan perikanan. Padahal, dua sektor ini tergolong rentan terhadap musim dan perubahan iklim.
“Ketika cuaca ekstrem, penghasilan bisa turun drastis. Tapi biaya kuliah tetap jalan,” ujar Bapak Melki Lamma, petani dari Desa Alila Selatan, yang dua anaknya sedang menempuh kuliah di Kupang. “Kalau mereka bantu sedikit saja, entah jualan pulsa, jaga warung, itu sudah sangat meringankan.”
Fenomena ini menunjukkan bahwa kemandirian belum sepenuhnya menjadi budaya di kalangan mahasiswa Alor. Banyak yang masih beranggapan bahwa tugas mereka hanya belajar, tanpa ikut memikul beban finansial keluarga.
Pandangan bahwa kuliah sambil bekerja itu berat sudah lama usang. Banyak contoh nyata anak muda Alor yang bisa menyeimbangkan keduanya. Salah satunya Maria Lau, mahasiswa semester 6 di Universitas Tribuana Kalabahi.
“Saya bantu orang tua dengan jadi penulis konten dan jualan kue. Kadang begadang, tapi rasanya puas karena bisa bayar uang kos sendiri,” katanya kepada Dreamnews Alor, Kamis (10/10/2025).
Maria mengaku bahwa awalnya banyak teman yang mengejek karena ia dianggap terlalu serius dan “kurang gaul”. Namun setelah beberapa semester, justru teman-temannya yang datang bertanya cara membuka usaha kecil.
“Sekarang saya malah bisa bantu teman cari kerja paruh waktu. Jadi sibuk itu bukan alasan. Yang penting tahu prioritas,” tambahnya.
Kuliah sambil bekerja memang menantang, tapi di sisi lain, menjadi ajang pembentukan karakter. Anak muda belajar disiplin, mengelola waktu, dan menghargai setiap rupiah hasil keringatnya sendiri.
Psikolog pendidikan Sinta Abdurrahman, yang sering mendampingi siswa SMA di Alor, menilai bahwa banyak anak muda terjebak dalam “zona nyaman digital”. Mereka aktif di media sosial, sibuk mengejar validasi, tapi tidak punya orientasi hidup yang jelas.
“Banyak yang merasa sukses hanya karena viral atau punya banyak followers. Padahal sukses sejati adalah ketika kamu bisa berdiri di atas kaki sendiri,” ujarnya dalam kegiatan Kajian Psikologi Berpikir bersama Dreamnews Alor di Alor Kecil (2/11/2025).
Zona nyaman bukan hanya malas bergerak, tapi juga takut gagal. Anak muda takut memulai bisnis kecil, takut bekerja kasar, atau merasa gengsi jika harus membantu orang tua di pasar. Padahal, semua pekerjaan halal adalah bagian dari proses menuju kemandirian.
Bapak Daud Kiwang, tukang ojek di Kalabahi yang sudah berusia 58 tahun, masih setia bekerja setiap hari. Ia bercerita bagaimana dirinya rela tidak membeli baju baru selama dua tahun demi biaya kuliah anaknya.
“Saya cuma ingin anak saya selesai kuliah. Kalau nanti dia kerja, bisa bantu orang lain juga,” katanya dengan suara lirih.
Kisah seperti Daud dan Yohana menjadi tamparan bagi kita semua. Merekalah sosok sejati yang memahami arti pengorbanan. Maka, jika hari ini kita masih memilih tidur panjang, menonton serial, atau nongkrong setiap malam sementara orang tua masih berjuang, bukankah itu bentuk ketidakpekaan?
Kabupaten Alor sedang bergerak menuju era baru. Banyak program pemerintah dan komunitas yang membuka peluang kerja kreatif bagi anak muda—dari bidang digital, wirausaha, hingga pertanian modern.
Salah satunya adalah inisiatif Dreamnews Alor, yang bukan hanya bergerak di bidang literasi, tapi juga mengedukasi generasi muda tentang tanggung jawab sosial dan kemandirian ekonomi.
Dalam kegiatan bertema “Kemping Pasca Sumpah Pemuda” di Alor Kecil (baca juga: Dream News Alor Gelar Kemping Pasca Sumpah Pemuda di Alor Kecil), para peserta diajak merenungkan kembali arti perjuangan generasi muda di tengah perubahan zaman.
“Menjadi pemuda hari ini bukan hanya soal orasi dan unggahan motivasi. Tapi soal tindakan nyata — seperti bekerja, menanam pohon, dan terus belajar,” tegas Mukmin Amsidi, Koordinator Dreamnews Alor.
Tulisan ini bukan untuk menggurui. Ia adalah ajakan reflektif bagi kita semua. Karena sejatinya, perjuangan terbesar seorang anak bukan sekadar mengejar gelar, tapi menjaga agar orang tuanya tidak runtuh sebelum waktunya.
Kemandirian bukan berarti melupakan mereka, melainkan membebaskan mereka dari kelelahan yang tak perlu. Bekerja sambil kuliah bukan tanda kekurangan, melainkan bukti kedewasaan.
Bangkitlah, wahai pemuda Alor. Jangan biarkan orang tuamu terus memikul mimpi yang seharusnya kau jalankan sendiri.
Keluar dari zona nyaman. Cari cara. Bangun usaha kecil. Jadilah generasi yang bisa berdiri dengan harga diri dan tanggung jawab.
Sebab pada akhirnya, keberhasilan sejati bukan hanya saat kita memakai toga, tapi saat kita bisa membuat ayah dan ibu tersenyum sambil berkata:
“Sekarang anakku sudah bisa berdiri sendiri.”
Baca Juga:
👉 Dream News Alor Gelar Workshop Penulisan Berita
👉 Dream News Alor Lanjutkan Program Pendidikan ke SD Inpres Bungawaru
Penulis: Sardian, S.M
Editor: Mukmin Amsidi
Tag: #PemudaAlor #MotivasiPemuda #Kemandirian #DreamnewsAlor #AnakMudaBergerak
.png)
0 Reviews :
Posting Komentar