TIPS FOLLOW UP IMM ALOR: Menguatkan Kaderisasi, Menghapus Mindset Pesimis, dan Membangun Tradisi Ikatan yang Berdaya
"Mungkin untuk menutupi kerancuan fenomena ini maka bahasa-bahasa kiasan mulai keluar dari mulut kader pesimis "IMM TIDAK BUTUH KUANTITAS TETAPI IMM BUTUH KUALITAS" dan ini adalah bahasa tameng yang selalu digadang-gadangkan, bahasa seperti itu adalah bahasa yang sangat menyedihkan bagi seorang kader karena sudah merasa cukup tentang apa yang di usahakan dan di Follow Up Kan"
Baca Juga :
Follow Up dalam tubuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) bukan sekadar formalitas setelah Darul Arqam Dasar (DAD). Ia adalah nadi yang menentukan hidup-matinya sebuah komisariat. Tanpa Follow Up, DAD hanya berhenti sebagai acara ramai di awal dan sepi di akhir.
Realitas itu sedang menjadi sorotan di Kabupaten Alor. Para instruktur dan pimpinan IMM Alor kini sedang fokus membangun budaya Follow Up yang lebih serius, terukur, dan berkelanjutan.
Di tengah dinamika itu, muncul satu kalimat yang sering dijadikan alasan menutupi keroposnya kaderisasi:
“IMM tidak butuh kuantitas, IMM butuh kualitas.”
Sekilas kalimat ini bijak. Namun bila dijadikan tameng, justru memalukan. Karena secara historis IMM adalah organisasi kaderisasi—bukan klub eksklusif.
Satu fenomena klasik IMM terjadi di banyak daerah, termasuk Alor:
DAD bisa menghasilkan 100 peserta.
Namun yang bertahan dalam Follow Up? Paling tinggal 10 orang. Kadang cuma 7. Bahkan ada komisariat yang cuma menyisakan 3.
Tim DreamNews Alor mewawancarai Ismunardi, salah satu kader IMM Alor, yang mengatakan:
“DAD ramai karena semua mau tampil. Tapi Follow Up sepi karena semua merasa ‘tugas selesai’ setelah panitia bubar.”
Ia menambahkan bahwa para peserta sering merasa dilepas begitu saja. Tidak ada pendampingan emosional, ideologis, maupun intelektual.
Di sisi lain, Rufaida, salah satu peserta DAD angkatan 2018, menyampaikan:
“Kami ingin dibimbing, bukan cuma disuruh hadir kegiatan. Kalau instruktur hilang, ya kami juga bingung mau tanya siapa.”
Komentar-komentar seperti itu menunjukkan bahwa masalah Follow Up bukan sekadar disiplin peserta. Masalah itu struktural—bermula dari sistem dan sikap pengkader itu sendiri.
Dalam sistem perkaderan IMM, Follow Up mencakup:
-
Pelulusan dan syahadah
-
Pemantauan ekstrainer
-
Pendataan potensi kader
-
Evaluasi pelaksanaan DAD
-
Pembinaan ideologi selama 6 bulan
Follow Up bukan agenda tambahan. Ia adalah jantung sistem.
Seorang instruktur IMM Alor mengatakan kepada DreamNews:
“Kalau Follow Up gagal, berarti DAD gagal. Tidak peduli berapa banyak pesertanya.”
Dan di Alor, kesadaran ini sedang diperkuat kembali.
Kalimat IMM tidak butuh kuantitas sudah lama menjadi bahasa pelindung para kader yang frustrasi.
Faktanya?
📌 IMM butuh kuantitas agar roda organisasi berputar.
📌 IMM butuh kualitas agar roda itu tidak keluar jalur.
Dua-duanya penting. Tidak bisa dipisahkan.
Sanusi, salah satu akademisi Muhammadiyah di Alor, pernah mengatakan dalam sebuah forum:
“Kader hebat tidak lahir dari jumlah kecil. Jumlah banyak dengan pola kaderisasi kuat justru melahirkan pemimpin masa depan.”
Mindset baru ini sedang coba ditanamkan kembali di kalangan IMM Alor.
Berikut analisis dan breakdown strategi Follow Up yang sedang coba dibentuk di IMM Alor berdasarkan temuan lapangan dan wawancara lokal.
Perlu dilakukan evaluasi menyeluruh:
-
Apakah panitia benar-benar terkoordinir?
-
Apakah Pimpinan Cabang memberi arahan sejak awal?
-
Apakah proses persiapan DAD matang atau sekadar formalitas?
-
Apakah ada dokumentasi dan LPJ yang jelas?
Di beberapa komisariat IMM Alor, evaluasi ini belum konsisten dilaksanakan.
Seorang mantan ketua panitia DAD 2018 mengaku:
“Kami hanya fokus acara jalan dulu. Evaluasi tidak dilakukan serius. Akhirnya kesalahan terulang setiap angkatan.”
Ini PR besar.
Instruktur adalah wajah IMM. Kalau wajahnya goyah, kader goyah.
Syarat instruktur ideal di IMM:
-
Berwibawa
-
Tegar dalam prinsip
-
Tidak membuka aib pribadi di depan peserta
-
Serius saat mendampingi
-
Punya kedewasaan moral
Namun realitasnya, beberapa kader mengeluhkan instruktur yang:
-
terlalu bercanda
-
tidak hadir konsisten
-
bersikap lemah di luar forum perkaderan
-
tidak menjadi teladan
Dampaknya?
Peserta ikut menyepelekan pertemuan Follow Up.
IMM Alor sekarang sedang mendorong instruktur agar tetap menjaga kehormatan dan marwah setelah DAD selesai.
Follow Up bukan hanya materi ruangan.
Ia juga mencakup:
-
Diskusi lapangan
-
Camping kader
-
Outbond ideologi
-
Aksi sosial
-
Bakti kampus
-
Pelatihan menulis, desain, persidangan
-
Simulasi pemimpin
Poin paling sensitif—tapi paling penting.
Pimpinan perlu:
-
tabayyun sebelum mengambil keputusan
-
tidak baper
-
tidak otoriter
-
musyawarah mufakat
-
menjaga wibawa organisasi
-
menjadi teladan moral
Kesalahan kepemimpinan sering menjadi akar bubarnya Follow Up.
Salah satu kader IMM Alor, berkata:
“Kalau pimpinan tidak harmonis, maka Follow Up pasti berantakan. Peserta ikut bingung mau ikut siapa.”
Pernyataan ini cukup keras, tapi nyata.
Ada tanda-tanda positif:
-
Banyak komisariat mulai hidup lagi.
-
Instruktur muda mulai muncul.
-
Kegiatan Follow Up sedang dihidupkan.
-
Hubungan IMM dengan kampus Muhammadiyah di Alor semakin kuat.
Namun tantangannya juga nyata:
⚠️ Ego pribadi
⚠️ Senioritas berlebihan
⚠️ Kurangnya role model konsisten
⚠️ Mindset kaderisasi yang belum modern
IMM Alor butuh perubahan pola.
Dan Follow Up adalah kuncinya.
Follow Up bukan pengganti DAD, bukan pelengkap, dan bukan basa-basi.
Ia adalah rumah tempat kader tumbuh menjadi pemimpin.
IMM Alor punya potensi besar.
Kadernya banyak.
Instrukturnya banyak.
Energi mudanya besar.
Yang dibutuhkan hanya:
💥 Konsistensi
💥 Keteladanan
💥 Komitmen 6 bulan penuh
💥 Kerja sama pimpinan–instruktur–peserta
Kalau Follow Up kuat, IMM Alor akan jadi salah satu komisariat paling solid di Nusa Tenggara Timur.
Ikatan kuat bukan karena banyak bicara.
Ikatan kuat karena banyak bergerak.

1 Reviews :
Posting Komentar