![]() |
Kekuasaan dan Emirat di Kalangan Bangsa Arab
Sebelum datangnya Islam, wilayah Jazirah Arab terbagi dalam berbagai
kerajaan dan emirat yang memiliki sistem pemerintahan berbeda-beda tergantung
pada letak geografis dan struktur sosialnya. Kekuasaan tersebar di berbagai
penjuru Jazirah Arab, dengan pengaruh yang beragam dari kerajaan-kerajaan besar
seperti Romawi Timur (Byzantium) dan Persia (Sassanid). Beberapa wilayah yang
memiliki kekuasaan menonjol antara lain adalah Kerajaan-kerajaan di Yaman,
Hira, Syam, serta kekuatan politik di Hijaz dan seluruh Jazirah Arab.
1. Raja-Raja di Yaman
Wilayah Yaman sebelum Islam merupakan salah satu pusat peradaban tertua di
Jazirah Arab dan memiliki beberapa dinasti besar yang berkuasa. Di antara
kerajaan-kerajaan besar di Yaman adalah Kerajaan Saba, Himyar, Ma'in, dan
Hadramaut. Kerajaan-kerajaan tersebut dikenal dengan sistem pemerintahan yang
lebih terorganisir dibandingkan wilayah lain di Jazirah Arab.
Kerajaan Saba misalnya, berkembang sekitar abad ke-8 SM dan terkenal dengan
pembangunan bendungan besar Ma’rib yang memungkinkan wilayah tersebut memiliki
sektor pertanian yang maju. Setelah kejayaan Saba meredup, Kerajaan Himyar
muncul sebagai kekuatan dominan di Yaman. Himyar memiliki hubungan yang erat
dengan kekaisaran Romawi Timur dan Persia, serta sering berkonflik dengan
bangsa Habsyah (Ethiopia) yang mencoba menguasai Yaman. Sebelum kedatangan
Islam, Yaman sempat berada di bawah kekuasaan Persia setelah Raja Persia
Khosrau I mengusir pasukan Habsyah dari wilayah tersbeut.
2. Raja-Raja di Hira
Kerajaan Lakhmid di Hira merupakan kerajaan Arab yang menjadi sekutu Persia
Sassanid. Wilayah Hira terletak di Irak bagian selatan dan menjadi benteng
pertahanan Persia dari ancaman Byzantium dan suku-suku Arab nomaden dari
Jazirah Arab. Kerajaan itu diperintah oleh dinasti Lakhmid, yang didirikan oleh
Imru’ al-Qais sekitar abad ke-3 Masehi.
Lakhmid memainkan peran penting dalam politik kawasan, sebagai perantara
antara Persia dan dunia Arab. Raja-raja Lakhmid terkenal dengan budaya sastra
mereka, dan istana Hira menjadi pusat berkembangnya puisi Arab pra-Islam.
Kisaran pada tahun 602 M, Raja Persia Khosrau II membubarkan kerajaan tersebut,
yang akhirnya melemahkan pertahanan Persia di bagian barat dan mempermudah
ekspansi Islam pada abad ke-7.
3. Raja-Raja di Syam
Di wilayah Syam (sekarang Suriah, Yordania, Palestina, dan Lebanon),
terdapat Kerajaan Ghassanid, yang merupakan sekutu Byzantium. Kerajaan
Ghassanid dibentuk oleh suku-suku Arab yang bermigrasi dari Yaman dan menetap
di wilayah Syam pada abad ke-3 M. Seiring waktu, kerajaan tersebut berkembang
menjadi negara vasal Byzantium yang berfungsi sebagai benteng pertahanan
melawan ancaman Persia dan suku-suku Arab lainnya.
Ghassanid memiliki peradaban yang lebih maju dibandingkan suku-suku Arab
lainnya karena pengaruh kuat dari Kekaisaran Romawi Timur. Mereka memiliki
sistem pemerintahan yang lebih terstruktur, membangun kota-kota dengan
infrastruktur yang baik, dan banyak di antara penduduknya yang menganut agama
Kristen Monofisit. Namun, seperti Lakhmid, kerajaan itu juga mengalami
kemunduran sebelum akhirnya dikalahkan oleh pasukan Islam pada masa Khalifah
Umar bin Khattab.
4. Kekuasaan di Hijaz
Wilayah Hijaz, yang meliputi Mekah, Madinah (Yathrib), dan Ta’if, memiliki
struktur kekuasaan yang berbeda dibandingkan kerajaan-kerajaan di Yaman, Hira,
dan Syam. Di wilayah ini, tidak terdapat sistem kerajaan yang kuat, tetapi
lebih didominasi oleh pemerintahan kesukuan. Kota Mekah, misalnya, berada di
bawah kekuasaan suku Quraisy yang mengendalikan Ka’bah dan perdagangan yang
melewati jalur Mekah.
Mekah menjadi pusat perdagangan yang strategis karena terletak di jalur
kafilah dagang antara Yaman dan Syam. Suku Quraisy memainkan peran penting
dalam menjaga stabilitas kota tersebut dengan menjalin perjanjian dagang dengan
berbagai kerajaan seperti Byzantium, Persia, dan Yaman. Sistem pemerintahan di
Mekah bersifat oligarki, di mana para pemimpin suku Quraisy mengendalikan
politik dan ekonomi kota.
Madinah, di sisi lain, memiliki sistem pemerintahan yang lebih terbuka,
dengan suku-suku Arab dan komunitas Yahudi yang memiliki peran dalam kehidupan
politik dan ekonomi. Sebelum Islam, kota itu sering mengalami perselisihan
antara dua suku utama, yaitu Aus dan Khazraj, yang akhirnya dapat disatukan
setelah kedatangan Nabi Muhammad SAW.
5. Kekuasaan di Seluruh Penjuru Arab
Di luar pusat-pusat kekuasaan utama, Jazirah Arab mayoritas dihuni oleh
suku-suku nomaden yang hidup berpindah-pindah di gurun. Suku-suku tersebut
tidak memiliki sistem pemerintahan yang terpusat, tetapi dipimpin oleh kepala
suku (syaikh) yang dihormati karena keberanian dan kebijaksanaannya. Hukum dan
adat istiadat suku menjadi pedoman dalam mengatur kehidupan masyarakat mereka.
Meskipun hidup dalam kesukuan, suku-suku Arab memiliki solidaritas yang kuat
terhadap kelompoknya. Mereka sering kali terlibat dalam peperangan antar suku
(Ayyam al-Arab) yang biasanya disebabkan oleh persaingan ekonomi, kehormatan,
atau dendam lama. Selain itu, sistem patronase juga berkembang, di mana
suku-suku yang lebih lemah mencari perlindungan kepada suku yang lebih kuat.
6. Kondisi Politik Arab Pra-Islam
Secara keseluruhan, kondisi politik bangsa Arab sebelum Islam didominasi
oleh kerajaan-kerajaan di Yaman, Hira, dan Syam, serta sistem kesukuan di
wilayah Hijaz dan pedalaman Jazirah Arab. Tidak ada pemerintahan yang terpusat
di seluruh Jazirah Arab, dan hubungan antara berbagai kerajaan serta suku
sering kali diwarnai oleh konflik dan persaingan.
0 Reviews :
Posting Komentar