DREAMNEWS ALOR

Banom NU Alor Gelar Santunan Sosial di Momen Hari Santri Nasional 2025

Biografi Rasulullah SAW Sebelum Kenabian #26



Beberapa dekade sebelum cahaya kenabian menyinari Jazirah Arab, Mekah adalah pusat perdagangan dan tempat yang dikenal karena Ka’bah yang dikeramatkan oleh berbagai suku Arab. Di kota itu, pada tahun yang dikenal sebagai ‘Am al-Fil—tahun ketika pasukan bergajah Abrahah menyerang Ka’bah namun gagal total—lahirlah seorang anak dari keluarga terhormat, keturunan Bani Hasyim. Anak itu diberi nama Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib, yang kelak menjadi Rasul terakhir.

Ayahnya, Abdullah, wafat ketika Muhammad masih berada dalam kandungan ibunya, Aminah binti Wahb. Keluarga Bani Hasyim dikenal sebagai keluarga terpandang di kalangan Quraisy, memiliki kehormatan besar dalam menjaga Ka’bah dan memberikan pelayanan kepada para peziarah yang datang ke Mekah. Setelah kelahiran Muhammad, kakeknya Abdul Muthalib sangat bersukacita. Ia membawa bayi itu ke depan Ka’bah, bersyukur kepada Allah, dan memberinya nama “Muhammad,” sebuah nama yang pada masa itu jarang digunakan oleh orang Arab.

Muhammad kecil hidup dalam kasih sayang ibunya, Aminah, namun kebiasaan masyarakat Mekah saat itu adalah menitipkan bayi mereka kepada perempuan-perempuan dari perkampungan di luar kota agar tumbuh sehat dalam udara yang bersih. Muhammad pun diserahkan kepada Halimah as-Sa’diyah, seorang perempuan dari Bani Sa’d. Di rumah Halimah, Muhammad tumbuh menjadi anak yang tenang, penuh kepribadian, dan membawa keberkahan bagi keluarga asuhnya. Ternak mereka menjadi subur, air melimpah, dan kehidupan mereka terasa lebih baik sejak Halimah mengasuhnya.

Setelah beberapa tahun, Halimah mengembalikan Muhammad kepada ibunya di Mekah. Muhammad saat itu berusia sekitar lima tahun. Ia kemudian tinggal bersama ibunya hingga usia enam tahun. Pada suatu hari, Aminah mengajaknya melakukan perjalanan ke Yatsrib (kini Madinah) untuk menziarahi makam ayahnya, Abdullah. Di perjalanan pulang dari Yatsrib, Aminah jatuh sakit di sebuah tempat bernama Abwa’ dan meninggal dunia di sana. Muhammad kecil menjadi yatim piatu.

Kakeknya, Abdul Muthalib, kemudian mengambil alih tanggung jawab memeliharanya. Kakeknya sangat menyayangi cucunya itu, sering kali menempatkannya di tempat terhormat di sisinya saat pertemuan dengan para pembesar Quraisy. Namun kasih sayang itu hanya berlangsung dua tahun. Ketika Muhammad berusia delapan tahun, Abdul Muthalib meninggal dunia. Sebelum wafat, ia berpesan agar Abu Thalib, salah satu putranya, menjaga Muhammad.

Abu Thalib menjalankan pesan itu dengan sepenuh hati. Ia memperlakukan Muhammad seperti anak kandungnya sendiri, meskipun hidupnya sederhana dan tidak sekaya saudara-saudaranya. Dalam asuhan Abu Thalib, Muhammad tumbuh menjadi remaja yang sopan, jujur, dan disegani oleh lingkungan sekitarnya. Sejak kecil ia telah menunjukkan watak yang berbeda dari anak-anak seusianya. Ia tidak suka berbuat nakal, tidak pernah mengikuti perbuatan yang dianggap memalukan, dan lebih suka merenung.

Ketika beranjak remaja, Muhammad mulai menggembala kambing untuk membantu perekonomian keluarganya. Ia sering menggembala ternak milik penduduk Mekah dengan upah yang sederhana. Dari pekerjaan itu, ia mulai mengenal kehidupan masyarakat, memahami kesabaran, dan melatih dirinya untuk mandiri.

Pada usia dua belas tahun, Muhammad ikut pamannya, Abu Thalib, dalam perjalanan dagang menuju Syam (Suriah). Dalam perjalanan itu, rombongan mereka berhenti di daerah Busra, dan di sana mereka bertemu dengan seorang rahib bernama Buhaira. Buhaira memperhatikan tanda-tanda kenabian yang tampak pada diri Muhammad. Ia memperingatkan Abu Thalib agar berhati-hati menjaga anak itu karena suatu saat nanti ia akan memiliki kedudukan besar. Setelah mendengar nasihat itu, Abu Thalib segera membawa Muhammad kembali ke Mekah untuk melindunginya.

Seiring bertambahnya usia, Muhammad mulai terjun ke dunia perdagangan secara mandiri. Ia dikenal jujur dalam berniaga, tidak pernah menipu dalam timbangan, dan selalu menepati janji. Karena kejujurannya yang luar biasa, masyarakat Mekah memberinya julukan Al-Amin, yang berarti “yang terpercaya.” Nama itu menjadi gelar kehormatan yang melekat kuat pada dirinya jauh sebelum ia menerima wahyu.

Pada usia dua puluh lima tahun, Muhammad mulai dikenal luas di kalangan pedagang. Kejujurannya menarik perhatian Khadijah binti Khuwailid, seorang janda kaya dan terhormat di Mekah. Khadijah kemudian mempercayakan barang dagangannya kepada Muhammad untuk dibawa ke Syam. Muhammad melaksanakan amanah itu dengan penuh tanggung jawab, membawa keuntungan besar bagi Khadijah. Melihat kepribadian dan kejujuran Muhammad, Khadijah tertarik dan akhirnya mereka menikah. Pernikahan itu berlangsung ketika Muhammad berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah berusia empat puluh tahun.

Setelah menikah, kehidupan Muhammad menjadi lebih tenang. Ia menghabiskan banyak waktu di rumah bersama keluarganya dan terus terlibat dalam kegiatan sosial masyarakat Mekah. Dari pernikahan dengan Khadijah, lahirlah beberapa anak, di antaranya Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kulthum, Fatimah, dan Abdullah.

Beberapa tahun kemudian, ketika Muhammad berusia sekitar tiga puluh lima tahun, masyarakat Quraisy bersepakat untuk merenovasi Ka’bah, karena bangunannya sudah mulai rapuh akibat banjir besar. Saat proses pembangunan mencapai bagian pemasangan Hajar Aswad, muncul pertikaian besar antar suku mengenai siapa yang berhak meletakkan batu suci itu pada tempatnya. Perselisihan itu nyaris menimbulkan pertumpahan darah. Namun seorang tetua Quraisy mengusulkan agar orang yang pertama kali masuk ke Masjidil Haram pada pagi hari dijadikan penengah. Orang itu ternyata Muhammad.

Ketika Muhammad datang, semua orang berseru gembira karena mereka percaya pada kejujurannya. Muhammad kemudian menggelar selembar kain, menempatkan Hajar Aswad di tengahnya, dan meminta setiap kepala suku memegang ujung kain itu bersama-sama. Setelah batu itu diangkat mendekati tempatnya, Muhammad mengambilnya dengan tangannya sendiri dan meletakkannya pada posisi semula. Dengan cara itu, pertikaian besar dapat dihindari, dan seluruh suku merasa dihormati.

Begitulah kehidupan Muhammad sebelum kenabian—seorang anak yatim yang tumbuh dalam kejujuran, pekerja keras yang dipercaya banyak orang, dan pribadi yang disegani di tengah masyarakat Mekah. Ia belum menjadi Rasul pada masa itu, namun seluruh penduduk sudah mengenalnya sebagai sosok yang berakhlak mulia, terpercaya, dan membawa ketenangan di mana pun ia berada.

Ketika waktu kenabian tiba, semua peristiwa masa lalunya—kelahiran, pengasuhan, perjalanan dagang, dan pengalamannya memimpin penyelesaian sengketa—menjadi bagian dari kisah yang kelak mengantarkannya kepada tugas besar sebagai pembawa risalah terakhir bagi umat manusia.

 

 

 

 

 


 

 

 

 

About PENDIDIKAN UNTUK NEGERI

The Dreamnews Alor Community is a community established on February 12, 2022, by six founders: Mukmin, Asmar, Bunda, Dhian, Tyadiana, and Hadat. Its main goal is to improve literacy and numeracy for children in remote areas of the country, especially in regions far from the city and with limited access to education. The community focuses on the fields of education, social issues, religion, politics, and other areas.

0 Reviews :