DREAMNEWS ALOR

Banom NU Alor Gelar Santunan Sosial di Momen Hari Santri Nasional 2025

Kisah Pernikahan Rasulullah SAW dengan Khadijah binti Khuwailid #24

 


Beberapa waktu setelah Rasulullah SAW kembali dari perjalanan dagang ke Negeri Syam, nama beliau semakin dikenal di kalangan para saudagar Quraisy. Semua orang tahu betapa jujurnya Muhammad bin Abdullah dalam berdagang. Ia tidak pernah menipu, tidak pernah mengambil hak orang lain, dan selalu menjaga kepercayaan. Sifat itulah yang membuat Khadijah binti Khuwailid, seorang wanita bangsawan dan saudagar terpandang di Makkah, semakin tertarik kepada sosok Muhammad.

Khadijah adalah wanita yang berumur empat puluh tahun ketika itu. Ia berasal dari keluarga terhormat dan dikenal sebagai perempuan cerdas serta berwibawa. Sebelumnya, ia pernah menikah dua kali dan telah menjadi janda dengan harta yang melimpah. Meskipun banyak lelaki Quraisy terpandang yang meminangnya, ia selalu menolak dengan halus. Namun kali ini berbeda. Setelah mendengar laporan Maisarah, pembantunya yang ikut menemani Muhammad dalam perjalanan ke Syam, hatinya mulai luluh.

Maisarah menceritakan bagaimana kejujuran Rasulullah SAW selama berdagang. Ia bercerita tentang bagaimana Nabi selalu berperilaku sopan, tidak pernah bersumpah palsu, dan tidak mengambil keuntungan yang tidak adil. Ia juga menceritakan bahwa sepanjang perjalanan, ada tanda-tanda yang membuat Khadijah semakin yakin bahwa Muhammad bukan manusia biasa. Maisarah bahkan berkata bahwa awan seolah menaungi Muhammad dari panas matahari ketika dalam perjalanan. Cerita itu membuat Khadijah termenung lama.

Beberapa hari kemudian, Khadijah mengutus sahabat dekatnya bernama Nafisah binti Munabbih untuk menyampaikan perasaannya. Nafisah mendatangi Rasulullah SAW dan membuka pembicaraan dengan hati-hati. Ia berkata,

“Wahai Muhammad, mengapa engkau belum menikah?” Nabi tersenyum dan menjawab dengan tenang, “Aku belum mempunyai kemampuan untuk itu.”

Nafisah lalu berkata,

“Bagaimana jika ada wanita bangsawan, cantik, berharta, dan berakhlak mulia yang ingin menikah denganmu, apakah engkau mau?”

Nabi menatapnya heran,

“Siapakah wanita itu?” Nafisah menjawab dengan senyum, “Khadijah binti Khuwailid.”

Mendengar nama itu, Muhammad terdiam sejenak. Ia tahu siapa Khadijah. Semua orang di Makkah mengenalnya sebagai wanita terhormat. Nabi pun tidak menolak gagasan itu. Ia kemudian meminta izin kepada paman-pamannya untuk membicarakan hal tersebut lebih lanjut. Abdul Muththalib telah tiada saat itu, sehingga yang menjadi pengasuh Nabi adalah Abu Thalib. Abu Thalib sangat mendukung keinginan keponakannya dan menganggap Khadijah sebagai pasangan yang pantas.

Beberapa hari kemudian, rombongan keluarga Muhammad mendatangi rumah Khadijah untuk melamar secara resmi. Abu Thalib menjadi juru bicara dalam acara itu. Dalam pidatonya, ia berkata,

“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kami dari keturunan Ibrahim dan dari anak-anak Ismail. Muhammad, keponakanku, seorang yang tidak ada bandingannya di antara pemuda Quraisy. Ia tidak berharta banyak, tetapi kekayaannya ada pada kejujuran dan akhlaknya.”

Khadijah menerima lamaran itu dengan hati yang lapang. Ia mempersiapkan segala sesuatunya dengan rapi. Mahar yang disepakati adalah dua puluh ekor unta muda. Pernikahan itu berlangsung di hadapan para kerabat dari kedua belah pihak dengan penuh kebahagiaan. Tidak ada pesta yang berlebihan, tidak ada kemewahan yang mencolok. Hanya doa dan rasa syukur yang mengisi hari itu.

Setelah menikah, Muhammad tinggal di rumah Khadijah. Rumah itu besar dan terletak di tengah kota Makkah. Kehidupan rumah tangga mereka berjalan harmonis. Khadijah mempercayakan seluruh urusan dagangnya kepada suaminya, sementara beliau tetap menjalani kehidupan yang sederhana. Walaupun Khadijah memiliki kekayaan melimpah, Nabi tetap rendah hati dan membantu pekerjaan rumah.

Dari pernikahan itu lahirlah beberapa anak. Anak pertama mereka adalah Qasim, disusul Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah, dan Abdullah. Dua anak laki-laki mereka meninggal di usia kecil, sedangkan anak-anak perempuan tumbuh dengan baik di bawah asuhan kasih sayang kedua orang tuanya. Rumah mereka selalu menjadi tempat yang hangat dan penuh cinta.

Khadijah selalu mendukung suaminya dalam setiap hal. Ia tidak hanya menjadi istri, tetapi juga sahabat dan penopang kehidupan Nabi. Ketika Muhammad menyendiri di Gua Hira untuk merenung, Khadijah tidak pernah mengeluh. Ia menyiapkan makanan, menjaga anak-anak, dan selalu menunggu dengan sabar. Dalam setiap keheningan malam, Khadijah sering berdoa agar suaminya selalu dilindungi oleh Allah.

Pernikahan mereka berlangsung selama sekitar dua puluh lima tahun. Sepanjang itu, Nabi tidak pernah menikah dengan wanita lain. Hubungan mereka dibangun atas dasar saling menghargai dan saling memahami. Tidak ada pertengkaran, tidak ada perebutan harta, tidak ada saling curiga. Khadijah menjadi tempat bernaung, sementara Muhammad menjadi pelindung dan penuntun keluarga mereka.

Bertahun-tahun kemudian, ketika masa kenabian tiba dan wahyu pertama turun di Gua Hira, Khadijah adalah orang pertama yang menenangkan beliau. Ia juga menjadi orang pertama yang beriman kepada kerasulan suaminya. Dalam masa-masa sulit dakwah awal, Khadijah mengorbankan seluruh hartanya untuk membantu perjuangan Islam. Namun sebelum masa-masa besar itu datang, hubungan cinta mereka sudah terjalin kuat, jauh sebelum risalah itu diturunkan.

About PENDIDIKAN UNTUK NEGERI

The Dreamnews Alor Community is a community established on February 12, 2022, by six founders: Mukmin, Asmar, Bunda, Dhian, Tyadiana, and Hadat. Its main goal is to improve literacy and numeracy for children in remote areas of the country, especially in regions far from the city and with limited access to education. The community focuses on the fields of education, social issues, religion, politics, and other areas.

0 Reviews :