DREAMNEWS ALOR

Banom NU Alor Gelar Santunan Sosial di Momen Hari Santri Nasional 2025

Kisah Renovasi Ka'bah dan Penyelesaian Pertikaian oleh Rasulullah SAW pada Usia 35 Tahun #25

 


Pada masa itu, usia Muhammad bin Abdullah telah mencapai tiga puluh lima tahun. Kota Makkah tengah berkembang pesat sebagai pusat perdagangan dan ziarah. Setiap tahun, ribuan orang dari berbagai kabilah Arab datang untuk menunaikan ibadah di Ka'bah, rumah ibadah peninggalan Nabi Ibrahim dan Ismail yang telah berdiri sejak berabad-abad sebelumnya. Bangunan Ka'bah yang telah tua mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan. Dindingnya retak, atapnya lapuk, dan pondasinya melemah akibat banjir besar yang sempat melanda lembah Makkah.

Kaum Quraisy, sebagai penjaga Ka'bah, merasa perlu untuk merenovasi bangunan suci itu agar tidak roboh dan membahayakan jamaah. Mereka bermusyawarah untuk memutuskan langkah-langkah perbaikan. Namun, semua sepakat bahwa pekerjaan itu tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. Mereka bertekad menggunakan hanya harta yang bersih tidak berasal dari hasil riba, perjudian, atau kezaliman. Karena itu, dana yang terkumpul tidak sebanyak yang diharapkan, sehingga mereka harus membuat keputusan bijak tentang bahan dan bentuk bangunan yang baru.

Pekerjaan pun dimulai. Kaum Quraisy membagi tugas di antara kabilah-kabilahnya. Ada yang bertanggung jawab membawa batu dari bukit, ada yang mengangkut kayu, dan ada pula yang mengatur pembangunan dinding. Batu-batu besar diambil dari Bukit Abu Qubais, sementara kayu untuk atapnya dibawa dari kapal yang kandas di pantai Jeddah.

Sebelum pembangunan dimulai, muncul rasa takut di antara mereka. Tidak seorang pun berani menyentuh bangunan Ka'bah terlebih dahulu. Mereka khawatir akan murka Tuhan. Dalam ketakutan itu, salah seorang tokoh Quraisy bernama Al-Walid bin Mughirah berkata,

“Aku akan memulainya. Jika aku mati, jangan lanjutkan; tetapi jika aku selamat, itu tanda bahwa Allah meridai pekerjaan ini.”

Dengan tekad bulat, Al-Walid mendekati bangunan Ka'bah, memegang kapak, dan mulai mencungkil satu batu dari dindingnya. Orang-orang yang menyaksikan menahan napas. Hari itu berlalu, dan Al-Walid tidak mengalami apa pun. Melihat hal itu, orang-orang Quraisy pun berani melanjutkan pekerjaan renovasi. Mereka mulai membongkar seluruh dinding hingga ke pondasi yang dulu diletakkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Ketika menggali lebih dalam, mereka menemukan batu-batu besar bertulis huruf-huruf yang tidak mereka mengerti. Batu itu mereka biarkan sebagai penanda pondasi lama.

Pembangunan berlangsung dengan semangat tinggi. Setiap kabilah ingin mengambil bagian dalam pekerjaan besar itu. Mereka membangun dinding bersama, bahu-membahu, masing-masing ingin menunjukkan bahwa mereka adalah penjaga sejati rumah suci itu. Selama beberapa minggu, pembangunan berjalan tanpa masalah, hingga akhirnya tiba pada bagian yang paling penting penempatan Hajar Aswad, batu hitam yang menjadi simbol kesucian Ka'bah.

Di sinilah masalah besar muncul. Hajar Aswad adalah batu suci yang diletakkan di salah satu sudut Ka'bah. Setiap kabilah merasa memiliki kehormatan untuk meletakkannya di tempatnya. Kabilah Bani Abdud Dar berkata,

“Kami yang berhak meletakkannya!” Kabilah Bani Makhzum membantah, “Tidak, kami yang akan melakukannya!” Suara keras mulai terdengar, dan suasana tegang menyelimuti Masjidil Haram. Masing-masing kabilah mengangkat senjata, siap bertempur demi kehormatan mereka.

Pertikaian itu berlangsung selama empat hari. Hampir saja terjadi peperangan besar di tengah kota suci itu. Namun, sebelum darah tertumpah, seorang tua dari Quraisy, Abu Umayyah bin Mughirah, mengusulkan sebuah jalan keluar. Ia berkata, “Wahai kaum Quraisy, jangan bertengkar! Serahkan keputusan kepada orang pertama yang masuk dari pintu Shafa pagi ini. Dialah yang akan menentukan siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad.”

Semua menyetujui usul itu. Pagi pun tiba. Orang-orang berkumpul di sekitar Ka'bah, menunggu siapa yang akan datang dari arah Shafa. Tak lama kemudian, seseorang muncul di kejauhan. Ketika sosok itu semakin dekat, mereka melihat dengan jelas bahwa orang itu adalah Muhammad bin Abdullah. Seketika suasana berubah. Semua orang berseru, “Inilah Al-Amin! Orang yang terpercaya! Kami rela dengan keputusannya!”

Muhammad datang dengan tenang. Setelah mendengarkan semua pihak, beliau berpikir sejenak, lalu berkata, “Bawalah sehelai kain besar.” Orang-orang segera mengambil sehelai kain lebar dan membentangkannya di tanah. Rasulullah mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di tengah kain itu dengan tangannya sendiri. Setelah itu, beliau berkata kepada para pemimpin kabilah, “Setiap pemimpin kabilah peganglah sudut kain ini, lalu angkatlah bersama-sama.”

Empat orang dari empat kabilah berbeda maju dan memegang keempat sudut kain itu. Mereka mengangkatnya perlahan, membawa batu itu mendekati sudut dinding Ka'bah. Saat posisi sudah tepat, Rasulullah mengambil batu itu dengan tangannya, lalu meletakkannya di tempatnya sendiri. Semua orang menyaksikan momen itu dengan takjub. Pertikaian pun selesai tanpa pertumpahan darah. Semua pihak merasa dihormati dan senang karena Muhammad menyelesaikannya dengan cara yang adil dan cerdas.

Pembangunan Ka'bah kemudian diselesaikan dengan lancar. Struktur bangunannya dibuat sedikit lebih tinggi daripada sebelumnya. Pintu Ka'bah yang semula sejajar dengan tanah dinaikkan agar tidak semua orang bisa masuk begitu saja. Setelah seluruh pekerjaan selesai, mereka mengadakan syukuran besar. Orang-orang Quraisy berkeliling mengelilingi Ka'bah dengan perasaan bangga, sebab rumah suci itu kini kembali kokoh dan indah.

Setelah peristiwa itu, nama Muhammad semakin harum di Makkah. Semua kabilah semakin menghormatinya, tidak hanya karena kebijaksanaannya, tetapi juga karena kejujuran dan sikap adilnya. Tidak ada yang menyangka bahwa beberapa tahun kemudian, lelaki yang mereka panggil Al-Amin itu akan membawa risalah yang mengubah sejarah dunia.

Demikianlah kisah ketika Rasulullah SAW, di usia tiga puluh lima tahun, berhasil menyelesaikan pertikaian besar di antara kabilah-kabilah Quraisy saat renovasi Ka'bah. Sebuah peristiwa yang menegaskan ketenangan, kecerdasan, dan kebesaran jiwa beliau bahkan sebelum masa kenabiannya tiba.

About PENDIDIKAN UNTUK NEGERI

The Dreamnews Alor Community is a community established on February 12, 2022, by six founders: Mukmin, Asmar, Bunda, Dhian, Tyadiana, and Hadat. Its main goal is to improve literacy and numeracy for children in remote areas of the country, especially in regions far from the city and with limited access to education. The community focuses on the fields of education, social issues, religion, politics, and other areas.

0 Reviews :