Sejarah kehidupan Nabi Muhammad ﷺ sebelum masa
kenabiannya penuh dengan tanda-tanda yang mengisyaratkan kedudukan agung yang
kelak beliau emban. Salah satu kisah yang sangat masyhur adalah perjumpaan
beliau dengan seorang rahib bernama Buhaira. Kisah ini terjadi ketika
beliau masih berusia muda, jauh sebelum turunnya wahyu.
Perjalanan Dagang ke Syam
Pada masa remajanya, Nabi Muhammad ﷺ dikenal
sebagai pemuda yang terpercaya. Sejak kecil, beliau sudah terbiasa menggembala
kambing, dan ketika remaja, beliau sering ikut serta dalam perjalanan dagang.
Keluarga Quraisy memang dikenal sebagai pedagang, karena Mekah terletak di
jalur perdagangan besar yang menghubungkan Yaman, Syam, dan negeri-negeri
sekitarnya.
Dalam sebuah perjalanan dagang menuju Syam, Nabi
Muhammad ﷺ yang saat itu masih muda, ikut serta bersama rombongan Quraisy.
Beliau berada di bawah pengawasan pamannya, Abu Thalib, yang
sejak kecil mengasuhnya setelah wafat ayah dan kakeknya. Rombongan itu
berangkat dengan kafilah unta, melintasi padang pasir yang luas, dengan barang
dagangan yang hendak ditukar di negeri Syam.
Perjumpaan dengan Rahib Buhaira
Ketika rombongan Quraisy sampai di dekat
sebuah kota kecil di wilayah Busra, Syam, ada sebuah biara tempat seorang rahib
tua bernama Buhaira tinggal. Rahib itu dikenal sebagai seorang ahli
kitab yang menguasai Taurat dan Injil, serta mewarisi pengetahuan dari para
pendahulunya.
Biasanya, para pedagang Quraisy sering
melewati daerah itu tanpa pernah diperhatikan oleh sang rahib. Namun kali itu
berbeda. Dari kejauhan, Buhaira melihat sesuatu yang tidak biasa. Ia menyaksikan
awan seolah menaungi seorang pemuda dari rombongan tersebut. Ketika mereka
berhenti, sebuah pohon rindang menjadi tempat istirahat, dan Buhaira melihat
cabang-cabang pohon itu merunduk seolah memberi naungan kepada pemuda itu.
Hatinya bergetar. Ia tahu bahwa tanda-tanda
itu bukanlah kebetulan. Segera ia mengundang seluruh rombongan Quraisy ke
biaranya untuk makan bersama. Padahal sebelumnya, ia tidak pernah mengundang
para pedagang itu. Ada satu hal yang ia perhatikan: pemuda yang ia lihat
istimewa tadi tidak ikut masuk. Ia dibiarkan menjaga barang dagangan di luar.
Buhaira tidak tenang, lalu ia berkata:
“Adakah masih ada yang belum hadir di antara kalian?” Mereka
menjawab, “Ada seorang anak muda yang kami
tinggalkan untuk menjaga barang dagangan.”
Rahib itu mendesak agar anak muda itu ikut serta. Maka dipanggillah Nabi Muhammad
ﷺ, dan ketika beliau masuk, pandangan Buhaira langsung tertuju kepada beliau.
Tanda Kenabian
Saat perjamuan berlangsung, Buhaira terus
memperhatikan Nabi Muhammad ﷺ. Ada sesuatu yang membuatnya yakin, bahwa inilah
sosok yang disebut-sebut dalam kitab suci sebagai nabi terakhir. Ia melihat
kelembutan wajah, ketenangan, dan akhlak yang terpancar dari diri Nabi Muhammad
ﷺ.
Setelah itu, Buhaira mendekati Abu Thalib dan
bertanya, “Siapa pemuda ini?”
Abu Thalib menjawab, “Dia anakku.”
Buhaira berkata, “Dia bukan anakmu, karena
ayahnya tidak mungkin masih hidup. Siapa sebenarnya dia?”
Abu Thalib pun menjelaskan, “Dia adalah keponakanku,
anak dari saudaraku Abdullah yang telah meninggal dunia.”
Mendengar itu, air muka Buhaira berubah. Ia
lalu meminta izin untuk memeriksa tanda kenabian pada tubuh Muhammad ﷺ. Dengan
penuh hormat, ia melihat tanda di punggung beliau, yang disebut sebagai khatamun nubuwwah (meterai kenabian). Saat
melihatnya, keyakinannya semakin kuat.
Buhaira kemudian berbisik kepada Abu Thalib:
“Jagalah anak ini baik-baik. Demi Allah, kelak dia akan menjadi nabi
terakhir. Aku melihat tanda-tanda itu ada padanya. Bawalah dia segera kembali
ke Mekah, jangan engkau bawa ke negeri Syam. Jika orang-orang Romawi atau
Yahudi di negeri ini mengetahui siapa dia sebenarnya, mereka akan berbuat jahat
kepadanya, karena mereka tahu tanda-tanda kenabian sebagaimana aku mengetahuinya.”
Kekhawatiran dan Pesan Rahib
Kekhawatiran Buhaira bukan tanpa alasan. Ia
tahu bahwa banyak ahli kitab di Syam memahami nubuwwat, dan mereka bisa saja
mencelakai Nabi Muhammad ﷺ bila menyadari bahwa dialah yang disebut dalam
kitab-kitab mereka. Karena itu, ia benar-benar memperingatkan Abu Thalib agar
berhati-hati.
Abu Thalib, yang sangat mencintai
keponakannya, mendengarkan nasihat itu dengan serius. Maka diputuskanlah agar Nabi
Muhammad ﷺ tidak melanjutkan perjalanan sampai jauh ke dalam negeri Syam.
Sebagai gantinya, beliau dikembalikan ke Mekah untuk melindunginya dari bahaya.
Makna Besar dari Kisah Buhaira
Perjumpaan dengan rahib Buhaira itu bukan
peristiwa kecil. Ia menjadi salah satu tanda awal bahwa risalah kenabian Nabi
Muhammad ﷺ telah diisyaratkan jauh sebelumnya, bahkan oleh ahli kitab. Kisah
ini menegaskan bahwa berita tentang kedatangan nabi terakhir sudah tercatat
dalam Taurat dan Injil, dan sebagian orang yang jujur, seperti Buhaira, mampu
mengenalinya.
Kisah ini juga menunjukkan betapa Allah menjaga
Nabi-Nya sejak kecil. Dengan perantaraan seorang rahib Nasrani, Allah
melindungi Nabi Muhammad ﷺ dari potensi bahaya yang bisa mengancam dirinya di
negeri Syam. Semua itu menjadi bagian dari perjalanan hidup yang dipersiapkan
untuk misi besar kenabian.

0 Reviews :
Posting Komentar