Suara ALARAM Mengguncang Kalabahi, Dream News Alor Turun Ambil Bagian
Dreamnewsalor.com – Kalabahi, ibu kota Kabupaten Alor, bergetar pada pagi yang panas itu. Ratusan massa dari berbagai organisasi dan komunitas turun ke jalan, menuntut keadilan bagi pedagang kecil. Mereka bersatu di bawah satu payung besar bernama ALARAM (Aliansi Rakyat Menggugat) — sebuah gerakan rakyat lintas organisasi yang menyuarakan ketidakadilan sosial dan ekonomi di daerah.
Aksi ini berlangsung di depan kantor DPRD Kabupaten Alor pada Jumat (20/09/2025) dan dipimpin oleh Sri M.H. Fabak sebagai koordinator umum. Turut bergabung dalam aksi tersebut adalah Dream News Alor, bersama sejumlah organisasi mahasiswa seperti PMII Cabang Alor (Abu Rizal Satria), GMKI Cabang Alor (Ardi B. Manilehi), LMND EK Kalabahi (Derlin Linda Mauko), PMKRI Cabang Alor (Viktoriandoka Milagai), BLM-Untrib Kalabahi (Putra Manimoy), SEMATA Cabang Kalabahi (Sem Lupuikoni), IMAHLOLONG Cabang Alor (Viona Valeyr), serta dukungan dari IMP2 dan Ikatan Mahasiswa Welai Lemburm.
Dream News Alor, yang selama ini dikenal sebagai komunitas literasi dan media sosial kemanusiaan, ikut hadir melalui perwakilan Bunda Yusfira Abdurahman, menegaskan komitmen bahwa media juga punya peran dalam menyuarakan suara rakyat kecil.
“Kami hadir bukan untuk gaduh, tapi untuk menyalurkan suara masyarakat yang jarang terdengar. Pedagang kecil tidak boleh terus diperas lewat pungutan yang tidak jelas,” tegas Bunda Yusfira saat ditemui di tengah aksi.
Massa aksi menyoroti praktik pungutan retribusi di pasar kelas I, II, dan III di wilayah Kabupaten Alor yang dianggap tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda). Para pedagang, terutama dari kalangan ibu-ibu, mengeluhkan biaya tambahan yang seringkali dipungut tanpa tanda bukti resmi.
“Setiap hari saya jualan sayur di Pasar Kadelang. Kadang petugas datang minta uang kebersihan, tapi tidak jelas dari dinas mana. Kami takut tidak bayar, nanti dibilang melawan,” ujar Mama Erna, salah satu pedagang yang ikut menyaksikan aksi tersebut.
Menurut ALARAM, praktik semacam itu sudah berlangsung lama dan menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah daerah terhadap dinas teknis di lapangan. Dalam pernyataan sikap tertulis yang dibacakan oleh koordinator lapangan, massa menuntut agar Bupati Alor dan DPRD segera melakukan audit retribusi pasar serta menindak petugas yang terbukti melakukan pungutan liar (pungli).
“Retribusi yang seharusnya jadi sumber PAD malah berubah jadi beban rakyat kecil. Ini bukan sekadar masalah ekonomi, tapi juga moralitas birokrasi,” ujar Abu Rizal Satria, Ketua PMII Cabang Alor.
Aksi dimulai pukul 09.00 WITA dengan titik kumpul di depan Lapangan Mini Kalabahi Barat. Ratusan peserta kemudian berjalan kaki menuju kantor DPRD. Sepanjang jalan mereka membawa spanduk bertuliskan
“Rakyat Menolak Pungli!”, “DPRD Harus Dengar Suara Pasar!”, serta “Keadilan untuk Pedagang Kecil”.
Jalan protokol utama Kalabahi sempat macet selama 30 menit. Polisi mengatur arus lalu lintas dan menempatkan barikade di depan gerbang kantor DPRD.
Suasana memanas ketika beberapa perwakilan massa meminta untuk langsung berdialog dengan anggota dewan. Meski sempat tertahan, akhirnya dua perwakilan DPRD keluar menemui demonstran. Mereka berjanji akan menjadwalkan rapat dengar pendapat (RDP) untuk membahas persoalan pungutan pasar.
“Kami minta bukti-bukti dan data lapangan. Kalau terbukti, kami akan rekomendasikan penindakan,” kata salah satu anggota DPRD yang menerima perwakilan ALARAM.
Namun massa tetap bertahan hingga sore hari, menegaskan bahwa janji tidak cukup tanpa tindakan nyata.
Keterlibatan Dream News Alor dalam aksi ini menjadi bukti bahwa media literasi tidak hanya bergerak di dunia pena, tapi juga di dunia nyata. Komunitas ini, yang lahir dari semangat sosial pendidikan dan kemanusiaan, kini mulai aktif dalam pendampingan masyarakat, khususnya dalam hal advokasi kebijakan publik.
“Literasi itu bukan hanya membaca dan menulis, tapi juga memahami hak dan tanggung jawab sebagai warga negara,” ujar Bunda Yusfira.
Sebelumnya, Dream News Alor juga pernah turun langsung membantu masyarakat kecil melalui program seperti:
-
Donasi Iqro dan Al-Qur’an di LPQ Al-Usra Dulolong, yang menunggu dua dekade untuk bantuan kitab (📖 Baca juga: Iqro yang Ditunggu Dua Puluh Tahun Akhirnya Tiba di Dulolong, Terima kasih Dreamnews Alor ),
-
Kemping Literasi Pasca Sumpah Pemuda di Alor Kecil dengan aksi bersih pantai dan diskusi ilmiah (Lihat Kegiatannya di Sini ! ),
-
serta penggalangan dana untuk korban kebakaran di Buraga yang menghanguskan rumah Ibu Irmayanti (Selengkapnya di Sini !).
Semua kegiatan tersebut menunjukkan konsistensi Dream News Alor dalam menjembatani dunia literasi, kemanusiaan, dan kesadaran publik.
Salah satu poin menarik dalam aksi ALARAM adalah kuatnya dukungan dari pedagang pasar tradisional, terutama di Pasar Kadelang, Pasar Moru, dan Pasar Kabola. Berdasarkan data Dinas Perdagangan Alor (2024), terdapat lebih dari 2.800 pedagang aktif yang tersebar di 12 pasar tradisional.
Namun, hampir 60% dari mereka mengaku mengalami beban tambahan berupa pungutan yang tidak pernah dijelaskan secara resmi. Beberapa pedagang bahkan mengeluhkan adanya ancaman jika tidak membayar.
“Kami mau bayar kalau memang jelas aturannya. Tapi jangan pungut sembarangan,” tutur Mama Lusia, pedagang ikan di Pasar Moru.
Kondisi tersebut menunjukkan adanya kesenjangan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Aksi ALARAM menjadi momentum penting untuk membuka ruang dialog terbuka yang lebih transparan.
Fenomena aksi seperti ALARAM mencerminkan kebangkitan kesadaran publik di Alor. Jika sebelumnya masyarakat cenderung pasif terhadap kebijakan daerah, kini mereka mulai berani bersuara.
Pakar sosial Universitas Tribuana Kalabahi, Dr. Masrul Aleng, menilai bahwa gerakan seperti ALARAM merupakan bentuk social check and balance di tingkat lokal.
“Kritik sosial yang dilakukan secara damai itu sehat untuk demokrasi daerah. Pemerintah jangan alergi terhadap aspirasi rakyat,” ujarnya dalam wawancara singkat.
Masrul menambahkan, Dream News Alor berperan penting dalam menyebarkan informasi berimbang dan menghindari disinformasi di media sosial. “Ketika informasi datang dari komunitas yang kredibel, publik lebih tenang dan kebijakan lebih terpantau,” tambahnya.
Menjelang sore, matahari Kalabahi mulai condong ke barat. Massa menutup aksi dengan menyanyikan yel-yel perjuangan dan membentangkan spanduk bertuliskan “Kami Rakyat Kecil, Bukan Mesin Uang Pemerintah!”
Mereka kemudian membubarkan diri dengan tertib setelah menyampaikan pesan terakhir: rakyat tidak akan diam jika keadilan diinjak.
Koordinator umum ALARAM, Sri M.H. Fabak, menegaskan bahwa perjuangan tidak berhenti di jalan. Mereka akan terus mengawal kebijakan daerah melalui diskusi, dialog, dan edukasi publik.
“Ini baru awal. Kami tidak ingin pemerintah takut, tapi sadar bahwa rakyat juga punya mata dan suara,” tegasnya.
Partisipasi Dream News Alor dalam aksi ALARAM membuktikan bahwa gerakan literasi bisa menjadi kekuatan moral dan sosial. Pena tidak hanya menulis kisah, tapi juga menggerakkan langkah.
“Kami ingin menunjukkan bahwa literasi bukan sekadar membaca berita, tapi menciptakan perubahan sosial,” kata Bunda Yusfira di akhir wawancara.
Aksi ini menjadi catatan penting dalam perjalanan sosial Alor — bahwa di tengah keterbatasan, selalu ada suara yang berani menggugat ketidakadilan. Dan Dream News Alor memilih untuk berada di barisan depan.
📖 Baca juga:
.png)
0 Reviews :
Posting Komentar