DREAMNEWS ALOR

Banom NU Alor Gelar Santunan Sosial di Momen Hari Santri Nasional 2025

Kisah Rasulullah SAW dalam Asuhan Kakeknya yang Penuh Kasih Sayang #16

Perjalanan hidup Nabi Rasulullah SAW adalah sebuah rangkaian kisah yang sarat dengan ujian, tetapi juga penuh dengan kasih sayang dan perhatian dari orang-orang terdekat. Salah satu bagian penting dalam kehidupan beliau adalah masa ketika diasuh oleh kakeknya, Abdul Muththalib bin Hasyim. Periode tersebut memberikan gambaran yang begitu menyentuh tentang betapa Allah senantiasa menjaga dan menyiapkan Nabi-Nya, meski sejak kecil beliau harus merasakan pahitnya menjadi yatim piatu.

Kehilangan Sejak Dini

Rasulullah lahir pada tahun yang dikenal dengan sebutan ‘Am al-Fil atau Tahun Gajah, yakni sekitar tahun 570 Masehi. Ayahnya, Abdullah bin Abdul Muththalib, wafat ketika Rasulullah masih berada dalam kandungan ibunya, Aminah binti Wahab. Dengan demikian, sejak lahir beliau sudah menjadi yatim. Kasih sayang yang diberikan Aminah begitu besar, namun tidak berlangsung lama. Ketika Rasulullah berusia sekitar enam tahun, ibunya meninggal dunia di sebuah tempat bernama Abwa’, dalam perjalanan dari Madinah menuju Mekah.

Duka yang begitu dalam meliputi hati seorang anak kecil yang baru saja merasakan hangatnya dekapan seorang ibu, lalu harus rela ditinggalkan untuk selamanya. Sejak saat itu, Rasulullah kecil benar-benar menjadi yatim piatu. Tidak ada lagi sosok ayah, tidak ada lagi sosok ibu. Dalam keadaan seperti itu, Allah menyiapkan seorang figur pengganti: kakeknya, Abdul Muththalib.

Sosok Abdul Muththalib, Pemimpin Quraisy

Abdul Muththalib adalah salah seorang pemimpin Quraisy yang sangat disegani. Dialah penjaga Ka’bah sekaligus pemimpin yang dikenal tegas, berwibawa, dan dihormati oleh seluruh kabilah di Mekah. Kisah keberaniannya ketika menghadapi pasukan bergajah Abrahah masih melekat kuat dalam ingatan masyarakat Mekah. Ketika Ka’bah hendak dihancurkan, ia dengan penuh keyakinan menyerahkan perlindungan Ka’bah kepada Allah, karena Ka’bah adalah rumah suci-Nya. Keimanan dan keteguhan inilah yang menjadikan sosoknya sangat dihormati.

Sebagai pemimpin, Abdul Muththalib memiliki banyak anak dan cucu. Namun, Rasulullah kecil memiliki tempat istimewa di hatinya. Seorang anak yang sejak awal memancarkan cahaya keistimewaan. Abdul Muththalib seakan merasakan firasat bahwa cucunya kelak akan menjadi seseorang yang sangat besar.

Kasih Sayang yang Berbeda

Setelah Aminah wafat, Rasulullah kecil diserahkan ke dalam asuhan Abdul Muththalib. Sejak hari pertama, sang kakek memperlakukan cucunya itu dengan penuh cinta dan perhatian yang luar biasa. Ia sering mengajak Rasulullah duduk bersamanya di dekat Ka’bah, sebuah tempat yang dianggap paling suci dan terhormat.

Ada sebuah kebiasaan unik. Abdul Muththalib memiliki tikar khusus yang digelar di dekat Ka’bah. Tidak ada seorang pun dari anak-anak atau cucunya yang boleh duduk di atas tikar itu, karena dianggap sebagai tempat kehormatan. Ketika Rasulullah kecil mencoba mendekat dan duduk di situ, para paman segera melarangnya. Mereka menegur karena menganggap hal itu tidak pantas. Akan tetapi, Abdul Muththalib selalu membela cucunya, sambil berkata dengan penuh kasih:

“Biarkan dia. Demi Allah, anak ini kelak akan menjadi orang besar.”

Sejak kecil, Rasulullah memang berbeda. Wajahnya bercahaya, tutur katanya lembut, gerak-geriknya penuh wibawa. Ia tidak pernah berlebihan dalam bermain seperti anak-anak lain. Ketika bersama orang dewasa, ia tetap tenang dan berperilaku sopan.

Kehidupan di Bawah Asuhan Kakek

Hari-hari Rasulullah bersama Abdul Muththalib adalah masa yang penuh dengan kehangatan. Sang kakek sering membawanya ke majelis para pemimpin Quraisy. Meski masih anak-anak, Rasulullah diperkenalkan dengan dunia kepemimpinan, musyawarah, dan kebijakan. Dari sini beliau belajar bagaimana seorang pemimpin mengambil keputusan, menjaga kehormatan, dan menegakkan martabat suku.

Selain itu, Rasulullah juga menyaksikan kakeknya dalam peran sebagai penjaga Ka’bah. Ia melihat bagaimana Abdul Muththalib menjaga kehormatan rumah Allah, bagaimana ia disegani masyarakat, dan bagaimana ia berlaku adil dalam berbagai urusan. Semua pengalaman itu secara tidak langsung menjadi pelajaran berharga yang tertanam dalam jiwa Rasulullah kecil.

Tidak hanya memberi teladan, Abdul Muththalib juga selalu memperhatikan kebutuhan hidup cucunya. Ia memastikan Rasulullah tidak kekurangan, memberi perhatian khusus, bahkan melebihi cucu-cucu lainnya. Ketika Rasulullah berjalan, kakeknya memandanginya dengan mata penuh cinta. Ia selalu berusaha melindungi cucu kesayangannya dari segala bahaya.

Firasat Besar dalam Diri Rasulullah

 

Kasih sayang yang diberikan Abdul Muththalib bukanlah tanpa alasan. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang luar biasa dalam diri cucunya. Keyakinan tersebut semakin kuat ketika ia melihat Rasulullah kecil tumbuh dengan akhlak yang berbeda dari anak-anak lainnya. Ia tidak pernah berdusta, tidak pernah berbuat nakal, dan selalu menampakkan sikap yang menyejukkan hati.

Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Abdul Muththalib sering merenung tentang masa depan cucunya. Ia merasa bahwa Allah telah menyiapkan Rasulullah untuk tugas besar. Maka, ia berusaha menanamkan nilai-nilai mulia seperti keberanian, kehormatan, dan rasa hormat kepada orang lain. Namun, takdir Allah tetap berjalan. Ketika Rasulullah berusia sekitar delapan tahun, Abdul Muththalib jatuh sakit. Dalam keadaan itu, ia memanggil anak-anaknya dan berpesan agar cucu yang sangat dicintainya ini diasuh oleh Abu Thalib, salah satu putranya. Abu Thalib dikenal lembut hati dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Ia diyakini mampu melanjutkan kasih sayang Abdul Muththalib terhadap Rasulullah.

Tak lama kemudian, Abdul Muththalib wafat. Kesedihan kembali menyelimuti hati Rasulullah kecil. Setelah kehilangan ayah dan ibunya, kini ia harus kehilangan kakek yang selama dua tahun terakhir menjadi pelindung dan pemberi kasih sayang. Tangis duka mengiringi perpisahan itu. Bagi Rasulullah kecil kejadian yang dialami adalah kehilangan besar yang sangat menyakitkan.

Warisan Kasih Sayang

Meski hanya sebentar, masa asuhan Abdul Muththalib meninggalkan kesan mendalam dalam jiwa Nabi Rasulullah SAW. Dari kakeknya, beliau belajar tentang nilai kepemimpinan, keteguhan, dan cinta yang tulus. Dari cara Abdul Muththalib memperlakukannya, Rasulullah belajar bahwa kasih sayang adalah fondasi terpenting dalam membesarkan seorang anak.

Kisah ini juga menjadi pengingat bagi kita bahwa Allah selalu menjaga Nabi-Nya. Meski beliau kehilangan kedua orang tua sejak kecil, Allah senantiasa menghadirkan orang-orang yang penuh cinta di sekitarnya. Dari Halymah as-Sa’diyah sebagai ibu susu, dari Abdul Muththalib sebagai kakek penuh kasih, hingga Abu Thalib sebagai paman yang melindunginya. Semua adalah bagian dari rencana besar Allah untuk menyiapkan Rasul terakhir.

 

About PENDIDIKAN UNTUK NEGERI

The Dreamnews Alor Community is a community established on February 12, 2022, by six founders: Mukmin, Asmar, Bunda, Dhian, Tyadiana, and Hadat. Its main goal is to improve literacy and numeracy for children in remote areas of the country, especially in regions far from the city and with limited access to education. The community focuses on the fields of education, social issues, religion, politics, and other areas.

0 Reviews :