Setelah beberapa tahun berada di tengah Bani
Sa‘ad bin Bakar dan diasuh oleh Halimah As-Sa‘diyah, tibalah masa di mana Rasulullah
harus kembali ke pangkuan ibunda tercinta, Aminah. Masa itu menjadi peralihan
besar dalam kehidupan beliau, dari suasana pedesaan yang penuh dengan udara
segar dan bahasa Arab yang fasih, menuju kehidupan baru bersama sang ibu di
kota Makkah.
Sejak bayi, Rasulullah telah dirawat oleh Halimah dengan penuh kasih sayang.
Beliau tumbuh sehat, kuat, serta berakhlak baik. Kehidupan di padang pasir
telah membentuk karakter Rasulullah menjadi sosok yang tangguh, cerdas, dan
berbeda dengan anak-anak seusianya. Bahasa Arab yang ia serap dari Bani Sa‘ad
begitu fasih dan murni, menjadikannya kelak memiliki tutur kata yang indah.
Setelah peristiwa luar biasa yaitu pembelahan dada
oleh malaikat Jibril yang membuat Halimah merasa khawatir, ia dan suaminya
mengambil keputusan penting, Rasulullah harus dikembalikan kepada ibunya,
Aminah. Perasaan berat bercampur kesedihan menyelimuti hati Halimah, sebab ia
sudah menganggap Rasulullah seperti anak kandung sendiri. Akan tetapi, sebagai
amanah besar, ia sadar bahwa tempat terbaik bagi Rasulullah adalah bersama ibunya.
Ketika Halimah mengantarkan Rasulullah ke Makkah, suasana haru menyelimuti
hati semua yang hadir. Aminah, dengan penuh rindu, menyambut putranya yang
telah sekian lama berada jauh di pelukan orang lain. Tangannya terbuka lebar,
wajahnya berseri-seri, dan air mata bahagia mengalir di pipinya.
Ia memeluk Rasulullah dengan erat, seakan tak
ingin melepaskannya lagi. Bagi Aminah, Rasulullah adalah anugerah yang tiada
ternilai, satu-satunya pelipur lara setelah ditinggal wafat oleh suaminya,
Abdullah, sebelum kelahiran beliau. Kini, ia merasa hidupnya kembali memiliki
cahaya.
Hari-hari bersama Aminah menjadi momen berharga bagi Rasulullah. Sang ibu
merawatnya dengan penuh cinta, menceritakan kisah tentang ayahnya, Abdullah,
serta silsilah keluarga mulia yang berasal dari kabilah Quraisy. Aminah
menanamkan rasa bangga dalam diri putranya tentang keturunan yang terhormat,
sekaligus mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan akhlak yang mulia.
Meskipun hidup dalam kondisi sederhana sebagai
seorang janda, Aminah tidak pernah menunjukkan kesedihan yang berlebihan. Ia
berusaha memberikan kasih sayang yang utuh, agar Rasulullah tumbuh dengan
kehangatan seorang ibu yang tulus.
Peralihan dari Halimah ke Aminah menunjukkan bahwa cinta seorang ibu kandung
memiliki tempat khusus yang tidak bisa tergantikan oleh siapa pun. Meski Rasulullah
mendapatkan pengasuhan terbaik di Bani Sa‘ad, kehangatan kasih sayang ibunda
tetap menjadi kebutuhan batin yang dalam. Aminah memahami hal itu, dan setiap
hari ia berusaha mencurahkan cintanya agar Rasulullah merasa terlindungi.
Sayangnya, kebersamaan itu tidak berlangsung
lama. Allah telah menakdirkan Aminah wafat ketika Rasulullah berusia sekitar
enam tahun. Masa singkat bersama ibunya tetap terukir dalam hati beliau. Rasa
cinta dan kelembutan yang diberikan Aminah membentuk bagian penting dari
kepribadian Rasulullah kelak, yang tumbuh menjadi sosok penuh kasih sayang,
penyayang anak yatim, dan pembawa rahmat bagi semesta.
Kisah kembalinya Nabi Rasulullah SAW ke pangkuan ibunda tercinta Aminah
adalah bagian lembut dari perjalanan hidup beliau yang penuh dengan ujian. Dari
kasih sayang Halimah hingga dekapan hangat Aminah, semuanya menjadi fondasi
bagi kepribadian Rasulullah yang agung. Cinta seorang ibu, meski sebentar,
telah membekas dalam hidup beliau dan menjadi sumber kekuatan dalam menghadapi
perjalanan kenabian yang panjang.


0 Reviews :
Posting Komentar