DREAMNEWS ALOR

Banom NU Alor Gelar Santunan Sosial di Momen Hari Santri Nasional 2025

Kisah Rasulullah SAW dalam Asuhan Pamannya yang Penyayang #17


Ketika Abdul Muththalib wafat, Rasulullah kecil berusia sekitar delapan tahun. Kepergian kakek yang sangat mencintainya itu kembali meninggalkan luka mendalam. Sebelum meninggal, Abdul Muththalib telah berpesan dengan tegas agar cucunya diasuh oleh Abu Thalib, putra keempatnya. Pilihan yang diperbuat bukan tanpa alasan.

Abu Thalib dikenal sebagai seorang yang lembut hati, penuh kasih, dan sangat peduli terhadap keluarganya. Meski bukan anak terkaya di antara saudara-saudaranya, ia memiliki hati yang tulus, jiwa yang penuh belas kasih, dan kesetiaan yang kuat. Abdul Muththalib yakin, Rasulullah kecil akan mendapatkan kasih sayang yang tulus di bawah asuhan Abu Thalib.

Sejak itu, Abu Thalib mengambil tanggung jawab penuh untuk merawat dan membesarkan Rasulullah. Meskipun kehidupannya sendiri sederhana dan tidak bergelimang harta, ia tidak pernah mengeluh dalam merawat keponakannya. Bahkan, ia memperlakukan Rasulullah lebih dari anak kandungnya sendiri.

Sejak hari pertama Rasulullah tinggal bersamanya, Abu Thalib menunjukkan rasa cinta dan perhatian yang mendalam. Ia selalu mengutamakan Rasulullah dibandingkan dengan anak-anaknya sendiri. Jika ada makanan, maka Rasulullah yang didahulukan. Jika ada kebutuhan, maka kebutuhan Rasulullah yang diutamakan.

Riwayat menyebutkan, dalam rumah tangga Abu Thalib yang sederhana, kadang makanan tidak cukup untuk semua anggota keluarga. Namun Rasulullah kecil diberi jatah khusus, bahkan sering kali apa yang dimakan Rasulullah terasa lebih nikmat dan mencukupi untuk orang lain. Seolah-olah keberkahan hadir melalui dirinya.

Abu Thalib juga selalu membawa Rasulullah dalam berbagai aktivitas. Baik dalam urusan keluarga, pertemuan suku, maupun perjalanan dagang, beliau tidak pernah membiarkan Rasulullah jauh darinya. Kasih sayangnya begitu besar, hingga setiap malam ia menidurkan Rasulullah di dekat tempat tidurnya sendiri. Ia merasa lebih tenteram bila mengetahui Rasulullah berada di sisinya.

Salah satu kisah paling terkenal dari masa asuhan Abu Thalib adalah ketika ia mengajak Rasulullah, yang saat itu berusia sekitar dua belas tahun, dalam perjalanan dagang menuju Syam. Perjalanan itu menjadi pengalaman penting sekaligus titik awal firasat tentang masa depan Rasulullah sebagai seorang Nabi.

Dalam perjalanan itu, kafilah Quraisy singgah di daerah Busra, di dekat Syam. Di sana, mereka bertemu dengan seorang rahib bernama Buhaira. Rahib tersebut dikenal memiliki pengetahuan tentang kitab-kitab terdahulu. Ketika melihat Rasulullah kecil, ia memperhatikan tanda-tanda kenabian yang ada pada dirinya. Ia melihat cahaya di wajahnya, kesopanannya, dan bahkan tanda kenabian di punggungnya.

Buhaira kemudian memperingatkan Abu Thalib agar menjaga keponakannya dengan baik, karena kelak ia akan menjadi seorang nabi besar. Rahib itu juga memperingatkan akan adanya bahaya dari bangsa-bangsa lain yang bisa saja mencelakai Rasulullah. Mendengar hal itu, Abu Thalib semakin yakin untuk melindungi Rasulullah dengan segenap jiwa dan raganya. Ia pun memutuskan untuk mempercepat perjalanan pulang ke Mekah agar keponakannya aman.

Kasih sayang Abu Thalib tidak berhenti ketika Rasulullah kecil beranjak dewasa. Hingga usia remaja dan dewasa, Abu Thalib tetap memberikan perhatian yang besar. Ketika Rasulullah tumbuh menjadi seorang pemuda yang terpercaya, Abu Thalib sering mengandalkannya dalam berbagai urusan. Bahkan, beliau yang mempertemukan Rasulullah dengan Khadijah melalui perjalanan dagang.

Ketika Rasulullah diangkat menjadi Rasul, Abu Thalib sudah berusia lanjut. Namun kesetiaan dan cintanya kepada keponakannya tidak pernah pudar. Meskipun ia sendiri tidak masuk Islam hingga akhir hayatnya, Abu Thalib menjadi benteng pertahanan Rasulullah dari gangguan kaum Quraisy. Ia berdiri tegak membela Rasulullah, menolak tekanan dan ancaman para pemuka Quraisy, bahkan rela menanggung boikot sosial demi melindungi beliau.

Salah satu bentuk nyata kasih sayang Abu Thalib adalah ketika Rasulullah SAW dan para pengikutnya mengalami boikot sosial ekonomi oleh kaum Quraisy. Semua hubungan dagang dan sosial diputuskan, sehingga kaum Muslimin terpaksa berlindung di sebuah lembah terpencil yang dikenal dengan sebutan Syi’b Abi Thalib.

Selama bertahun-tahun, Abu Thalib ikut merasakan penderitaan itu. Meski ia sendiri sudah tua, ia rela menanggung kesulitan demi menemani Rasulullah. Bahkan setiap malam, Abu Thalib sering memindahkan tempat tidur Nabi dari satu tempat ke tempat lain agar terhindar dari kemungkinan serangan musuh.

Setelah sekian lama mendampingi Rasulullah, akhirnya Abu Thalib wafat pada usia lanjut. Kepergiannya menjadi duka mendalam bagi Nabi Rasulullah SAW. Tahun wafatnya Abu Thalib bersamaan dengan wafatnya istri tercinta Khadijah, sehingga tahun itu dikenal sebagai ‘Am al-Huzn atau “Tahun Kesedihan.”

Rasulullah kehilangan dua figur terpenting yang selalu memberikan perlindungan dan dukungan. Abu Thalib, meski tidak mengucapkan syahadat, tetap dikenang sebagai sosok penuh kasih sayang yang melindungi Rasulullah sejak kecil hingga dewasa.

 

About PENDIDIKAN UNTUK NEGERI

The Dreamnews Alor Community is a community established on February 12, 2022, by six founders: Mukmin, Asmar, Bunda, Dhian, Tyadiana, and Hadat. Its main goal is to improve literacy and numeracy for children in remote areas of the country, especially in regions far from the city and with limited access to education. The community focuses on the fields of education, social issues, religion, politics, and other areas.

0 Reviews :